pelangimantap

    Release time:2024-10-08 01:38:49    source:data sdy 1987 sampai 2021   

pelangimantap,palu 4d togel,pelangimantap

Jakarta, CNBC Indonesia - Deflasi yang dialami Indonesia dipicu beragam faktor, salah satunya karena lebih murahnya barang-barang yang diimpor dari China.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (1/10/2024) mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2024 turun atau mencatat deflasi sebesar 0,12% secara bulanan atau month to month (mtm). Angka deflasi itu semakin dalam dibandingkan kondisi Agustus 2024 sebesar 0,03%.

Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan deflasi beruntun dalam satu tahun kalender ini bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia. Ia mengatakan, kondisi ini pernah terjadi saat Indonesia melalui krisis moneter (krismon) atau krisis finansial Asia pada 1998-1999.

Sebagai catatan, terakhir kali Indonesia mengalami deflasi (mtm) selama lima bulan adalah pada 1999. Pada tahun tersebut, Indonesia mencatat deflasi dalam delapan bulan beruntun yakni pada Maret (-0,18%), April (-0,68%), Mei (-0,28%), Juni (-0,34%), Juli (-1,05%), Agustus (-0,71%), September (-0,91%), dan Oktober (-0,09%).

Perlu dicatat jika kondisi ekonomi Indonesia pada saat itu sedang carut-marut karena krisis pada 1997/1998.

Harga pangan yang cenderung menurun memang menjadi pendorong terjadinya deflasi secara bulanan. Bahkan Bank Central Asia (BCA) dalam laporannya yang berjudul CPI Inflation: Deeper into the deflationary spiralmenyampaikan bahwa deflasi pangan mungkin akan berlanjut di tengah musim panen Oktober-November.

"Kisah di balik deflasi ini tetap sama. Permintaan agregat yang lemah terus menjadi masalah, dan kita memang melihat kemungkinan pelemahan lebih lanjut dalam indeks data besar kami pada bulan September. Namun, gambaran ini akan tidak lengkap tanpa mempertimbangkan situasi sisi pasokan dari barang impor dan bahan pangan," dikutip dari laporan BCA.

Laporan tersebut juga mengatakan bahwa setelah inflasi impor yang singkat antara April dan Juli (terutama disebabkan oleh depresiasi rupiah terhadap dolar AS), harga impor kembali memasuki wilayah deflasi pada Agustus (-1,15% YoY).

Pilihan Redaksi
  • Bukan Jakarta, Ini Provinsi Paling Padat Penduduk se-Indonesia Raya
  • 10 Negara Pemilik Jet Tempur Terbanyak di Asia: RI Kalah Telak vs Iran
  • 2025 Bakal Jadi Petaka: PPN 12% Hingga Tarif KRL Berbasis NIK

Kendati penguatan rupiah jelas menjadi faktor pendorong pergeseran ini, data Indeks Harga Konsumen (IHK) di negara lain menunjukkan bahwa barang-barang manufaktur secara umum mengalami deflasi, akibat dari semakin lebar jarak antara produksi industri (pasokan) dan konsumsi ritel (permintaan) di China.

Kelebihan barang dari China yang saat ini sedang membanjiri dunia tampak menenggelamkan dalam deflasi. Kelebihan barang di China ini kemudian diekspor ke negara lain dengan harga murah.

Dikutip dari TD Economics,laporan tentang kapasitas berlebih telah menjadi sorotan. Dalam konteks ini, produksi kendaraan listrik (EV) menjadi perhatian setelah AS, Eropa, dan yang terbaru, Kanada, menaikkan tarif untuk ekspor produk tersebut dari China. Namun, EV hanya merupakan salah satu produk dan mewakili bagian yang sangat kecil dari perdagangan antara AS dan China.

Selain itu, seluruh ekonomi China berada dalam kondisi kelebihan pasokan saat terus menghadapi pasar perumahan yang lesu dan beban utang yang terkait.

Pabrik dan pengembang di China menghadapi periode yang berkepanjangan dengan kekuatan harga yang rendah, yang memiliki implikasi signifikan bagi konsumen di seluruh dunia.

Keterkaitan langsung mengalir melalui barang-barang yang diproduksi di China dan dikirim ke pasar di seluruh dunia. Pemanfaatan kapasitas industri di China telah menurun sejak 2021, dan harga ekspor (dalam istilah yuan) telah jatuh sejak Mei 2023.

Penurunan harga ekspor China ini membantu meredakan inflasi di berbagai negara maju hingga negara berkembang termasuk Indonesia.

TD EconomicsFoto: China's export prices have struggle to gain traction
Sumber: TD Economics

Dilansir dari Oxford Economics,sejak April hingga Desember 2023, harga ekspor China turun sebesar 6%. Di antara kategori yang menyusun indeks nilai unit ekspor total, harga ekspor batu dan kaca mengalami penurunan paling besar, diikuti oleh bahan kimia dan logam dasar.

Namun, kontribusi relatif besar dari mesin dan peralatan listrik (diperkirakan mencapai 30,7%) memastikan bahwa kategori ini memberikan kontribusi terbesar (hampir 3 poin persentase) terhadap penurunan total indeks selama periode tersebut.

OxfordFoto: China: Change in components of export unit value index between April and December 2023
Sumber: Oxford Economics

Deflasi yang sempat terjadi di China beberapa bulan lalu telah menyebabkan penurunan tajam dalam harga impor pasar negara berkembang. China masih memainkan peran dominan dalam rantai manufaktur global. Ketika harga ekspor China turun, ekspor tersebut menjadi lebih kompetitif, mempengaruhi industri lokal di negara-negara yang mengimpor barang-barang China.

Oxford Economics mencatat Indonesia memiliki pangsa impor China yang cukup tinggi pada 2023 yakni sebesar 27% atau lebih tinggi dibandingkan median dari 20 pasar negara berkembang lainnya.

OxfordFoto: EM: Share of imports from China in total US dollar value of imports, 2023
Sumber: Oxford Economics

Ketergantungan akan impor China yang tinggi ini tampak memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi angka IHK di Indonesia sendiri. Hal ini dibuktikan dengan defisit neraca perdagangan periode Juli dan Agustus 2024 akibat impor yang paling besar yakni dari China.

Impor nonmigas periode Juli dan Agustus 2024 masing-masing tercatat sebesar US$6,53 miliar dan US$6,43 miliar. Sementara defisit neraca perdagangan pada periode yang sama yakni sebesar US$1,7 miliar dan US$1,1 miliar.

Sementara itu jika dilihat dari komoditasnya, penyumbang defisit terdalam China pada Juli 2024 yaitu Mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) sebesar US$1,52 miliar, Mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) sejumlah US$1,23 miliar, dan Kendaraan dan bagiannya (HS 87) sebanyak US$0,34 miliar.

Begitu pula pada periode Agustus 2024 yakni defisit HS84 sebesar US$1,4 miliar, HS85 sejumlah US$1,2 miliar, dan HS 87 sebanyak US$0,33 miliar.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev) Saksikan video di bawah ini:

Prabowo: Hilirisasi Mutlak, Tidak Bisa Ditawar!

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">