omutog

    Release time:2024-10-08 00:27:06    source:minta syair sydney hari ini   

omutog,ppkbet slot,omutogJakarta, CNN Indonesia--

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) akhirnya mengadopsi resolusi perdana yang menyerukan jeda kemanusiaan di Jalur Gaza, Palestina, pada Rabu (15/11), setelah sebulan ini gagal menyepakati resolusi apa pun.

Resolusi yang diusulkan oleh Malta itu menyerukan Israel membuka koridor kemanusiaan di seluruh Gaza "selama beberapa hari". Resolusi ini juga mendesak diberikannya perlindungan bagi warga sipil terutama anak-anak, serta memungkinkan pengiriman bantuan hingga evakuasi medis di daerah kantong itu.

Lihat Juga :
Yordania Jatuhkan 'Sanksi' untuk Israel Gegara Agresi ke Jalur Gaza

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dua draf resolusi DK PBB yang digagas Rusia gagal mendapatkan suara minimum untuk diadopsi, satu draf rancangan Brasil diveto oleh AS, dan satu draf usulan AS diveto Rusia dan China.

Meski DK PBB telah mengadopsi resolusi ini, Israel menolak keras karena menilai resolusi "tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan."

Wakil Tetap Israel, Brett Jonathan Miller, mengatakan bahwa prioritas utama Tel Aviv yakni membebaskan para sandera. Dia pun menegaskan Israel "akan terus melakukan apa pun demi mencapai tujuan ini."

Lihat Juga :
Hamas-Milisi Palestina Lain 'Keroyok' Israel di Jenin Tepi Barat

[Gambas:Video CNN]

"Resolusi ini hanya berfokus pada situasi kemanusiaan di Gaza. Resolusi tersebut tidak menyebutkan apa yang menyebabkan kejadian ini terjadi. Resolusi tersebut membuat seolah-olah apa yang kita saksikan di Gaza terjadi dengan sendirinya," ucap Miller seperti dikutip dari rilis PBB.

Dia menambahkan bahwa prioritas utama Israel adalah memulangkan para sandera, "dan mengingat resolusi Dewan Keamanan tidak mempengaruhi teroris, Israel akan terus melakukan apa pun untuk mencapai tujuan ini."

Ini bukan pertama kalinya Israel menolak mentah-mentah dan tak mengindahkan resolusi DK PBB yang lebih mengikat dan mendesak daripada resolusi lainnya di PBB.

Lantas adakah sanksi yang bisa dijatuhkan ke Israel karena menentang resolusi DK PBB? Sejauh mana resolusi DK PBB ini akan mempengaruhi sikap Israel? 

Pengamat Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, mengatakan Israel bisa dijatuhi sejumlah sanksi internasional apabila menolak mematuhi resolusi DK PBB.

Beberapa sanksi tersebut antara lain penarikan duta besar negara-negara dari Israel, mengembargo produk asal Israel dan negara pendukung Negeri Zionis, serta mengurangi maupun meniadakan hubungan dengan institusi keuangan yang dikuasai Israel.

Lihat Juga :
Rekam Jejak Keras Kepala Israel Tolak Resolusi DK PBB soal Gaza

"Memperbanyak dialog dan protes pada pejabat PBB di seluruh dunia dan negara-negara yang menolak sanksi [juga bisa menjadi salah satu cara menjatuhi sanksi kepada Israel]," kata Rezasyah kepada CNNIndonesia.com, Kamis (16/11).

Sejak Israel meluncurkan agresi 7 Oktober lalu, sejumlah negara sudah mulai menarik duta besarnya sebagai protes atas genosida Negeri Zionis di Jalur Gaza.

Dikutip CNN, beberapa negara itu antara lain Afrika Selatan, Chad, Honduras, Turki, Yordania, Bahrain, Kolombia, hingga Chili. Bolivia bahkan langsung memutus hubungan diplomatik dengan Israel begitu melihat kekejaman Tel Aviv terhadap kemanusiaan di Palestina.

Pilihan Redaksi
  • Tentara Israel Bawa Jenazah Warga Palestina dari RS Al Shifa
  • PM Kanada Digeruduk Massa Pro-Palestina sampai Hamas Yakin Menang

Apabila Israel tak segera mengindahkan resolusi, ada kemungkinan negara-negara lain mengikuti langkah sejumlah negara ini untuk menarik duta besar dari Tel Aviv.

Selain penarikan duta besar, masyarakat internasional juga sebetulnya sudah mulai memboikot produk-produk Israel maupun negara-negara pendukungnya.

Berdasarkan laporan Wall Street Journal, perekonomian Israel terpukul imbas agresi, dengan mata uangnya melemah atas dolar serta indeks pasar saham terkemuka negara itu, TA35, turun sekitar 10 persen sejak 7 Oktober.

Berlanjut ke halaman berikutnya >>>

Sementara itu, menurut pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, tak ada sanksi yang bisa dijatuhkan kepada Israel apabila negara itu menentang DK PBB.

Menurut Hikmahanto, resolusi DK PBB sendiri tidak memiliki kekuatan yang signifikan sehingga Israel jelas tidak akan tunduk pada keputusan itu.

"Permasalahan terbesar dari resolusi DK tersebut adalah pemaksaannya bila Israel tidak mau tunduk. Menurut saya, meski AS tidak memveto, namun AS kan abstain. Artinya AS tidak akan lakukan upaya paksa bila Israel tidak menghentikan serangan ke Gaza," kata Hikmahanto kepadaCNNIndonesia.com.

Lihat Juga :
Israel Tolak Resolusi DK PBB soal Gaza: Tidak Ada Artinya

Senada, pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Broto Wardoyo, mengatakan Israel tidak akan bisa dijatuhi sanksi, meski "secara teori bisa."

Broto berujar respons Israel sudah jelas bahwa mereka ingin melanjutkan agresi militer di Gaza. Sikap Israel ini pun nantinya akan dilaporkan kembali ke Dewan Keamanan untuk kemudian diambil langkah lebih lanjut.

"Nah ini loophole yang akan bisa dimanfaatkan oleh AS untuk tidak memberikan sanksi atau tekanan apapun," ucap Broto kepada CNNIndonesia.com.

Kendati begitu, Broto menilai sikap AS untuk tidak memveto dan memilih abstain sudah memperlihatkan bahwa Washington "mulai mempertimbangkan situasinya [yang] sudah genting."

Dia pun menilai resolusi kali ini setidaknya cukup signifikan meski hanya menggunakan istilah "jeda kemanusiaan".

"Gencatan senjata punya harga politik. [Sementara] jeda kemanusiaan lebih netral dan fokusnya jelas pada kemanusiaan," ucap Broto.

[Gambas:Infografis CNN]

Gencatan senjata

Menurut Rezasyah, segera setelah resolusi ini, Israel mau tak mau akan melakukan gencatan senjata di Jalur Gaza.

Ia menilai gencatan senjata akan terwujud "dengan sendirinya [sekitar] dua minggu" lagi.

"Karena pada awal Desember, 4 negara pemilik veto dan negara-negara Uni Eropa ingin menjalani Natal dengan tenang, tanpa perlu lagi melihat kesengsaraan dan kematian di Palestina," ujarnya.

Kendati begitu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berulang kali bersumpah bahwa agresinya di Gaza akan berlangsung "panjang dan sulit."

Netanyahu pun terus menyuarakan bahwa negaranya akan memenangkan situasi ini.

Agresi Israel di Gaza hingga Rabu (15/11) telah menewaskan lebih dari 11.500 orang. Lebih dari 4.700 orang di antaranya merupakan anak-anak dan 3.160 perempuan.

Saat ini, Israel secara terang-terangan menyerang rumah sakit-rumah sakit di Gaza. Tel Aviv mengklaim milisi Hamas memiliki markas komando di bawah bangunan fasilitas medis, terutama Rumah Sakit Al Shifa.

Namun, Hamas dan pengelola RS Al Shifa membantah keras tuduhan tersebut.