dewi123

    Release time:2024-10-08 05:37:20    source:omah lowo   

dewi123,seribu mimpi bersetubuh,dewi123Jakarta, CNN Indonesia--

Pemerintah Filipinadi bawah Presiden Rodrigo Duterte memaksa media yang didirikan peraih penghargaan Nobel PerdamaianMaria Ressa, Rappler, pada Rabu (29/6).

Maria Ressa tercatat sebagai salah satu pendiri media itu dan menjabat sebagai pemimpin redaksi.

Lihat Juga :
2 Pria Penggal Kepala Penjahit India yang Dukung Hina Nabi Muhammad

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

[Gambas:Video CNN]

Ressa melalui media yang ia dirikan sejak 2016, kerap mengkritik kebijakan brutal dan mematikan 'perang terhadap narkoba' yang dilakukan Duterte lantaran dinilai melanggar hak asasi manusia.

Sejak saat itu, Ressa mengaku kerap mengalami serangkaian kriminalisasi hingga serangan secara daring terhadapnya dan Rappler.

Lihat Juga :
PM Italia: Jokowi Sebut Putin Tak Akan Hadiri KTT G20 di Bali

Serangan terakhir dan paling 'mematikan' berasal dari Komisi Keamanan dan Pengawas Transaksi Filipina (SEC) yang memerintahkan agar Rappler segera ditutup.

SEC dalam keterangannya pada Rabu (29/6) menyatakan bahwa Rappler telah melanggar regulasi tentang kepemilikan asing di media itu.

Pihak Rappler kemudian mengonfirmasi penutupan perusahaannya. Namun, mereka berencana mengajukamn banding karena menyebut proses hingga terbit perintah penutupan dinilai sangat mencurigakan.

Lihat Juga :
Kisah Masa Kecil Putin, Hidup Miskin di Markas Preman dan Tukang Ribut

"Kami sudah membicarakan semua skenario dengan (para staf) Rappler sejak SEC mengeluarkan perintah pada 2018. Tak ada persiapan yang cukup dari organisasi ini (Rappler) untuk perintah yang 'mematikan'," tutur Redaktur Pelaksana sekaligus co-founder Rappler, Glenda Gloria.

(bac/bac)